fbpx

Ini yang Dilakukan Muhammad Al Fatih Pasca Bebaskan Konstantinopel

Sultan Mehmet II atau yang dikenal dengan Muhammad Al Fatih berhasil membebaskan dan memasuki Konstantinopel pada 29 Mei 1453. Ia turun dari kudanya dan bersujud sebagai tanda rasa syukur.

George Sphrantzes, seorang sejarawan Bizantium yang menyaksikan semua menjadi saksi mata kejatuhan Konstantinopel. Sphrantzes kemudian menuliskan hari-hari pertama setelah kota jatuh ke tangan Kerajaan Ottoman.

Dalam The Fall of the Byzantine Empire: A Chronicle by George Sphrantzes, menulis; “Pada hari ketiga setelah penaklukan Sultan Mehmet II merayakan kemenangan dan mengeluarkan pernyataan agar warga dari semua usia yang bersembunyi di dalam rumah-rumah mereka untuk keluar.”

“Sultan Mehmet memerintahkan penduduk yang masih bersembunyi di dalam rumah, dan mereka yang selamat dalam pertempuran, untuk keluar. Kepada penduduk yang meninggalkan kota sebelum pengepungan diminta kembali, dan Sultan Mehmet II berjanji memperlakukan mereka sesuai martabat dan agama,” tulis Sphrantzes.

Menurut Sphrantzes, Muhammad Al fatih memerintahkan pasukan menghentikan penjarahan dan menarik semua pasukan ke luar kota. Sultan Mehmet II juga memerintahkan pasukannya memperbaiki rumah-rumah penduduk yang rusak.

Dalam ceramahnya di depan penduduk, menurut kesaksian Sphrantze, Sultan Mehmet II mengatakan tidak ada larangan bagi orang Yunani dan Turki menjalankan agama masing-masing. Umat Kristen adalah ahlikitab. Ibrahim, Maria dan Isa, dihormati umat Islam.

“Sesuai hukum Islam yang tertulis di dalam Al Quran, umat Kristiani berstatus zimmi, atau orang yang dilindungi, bebas beribadah, dan hidup menurut hukum agama sendiri,” demikian Sultan Mehmet II seperti ditulis Sphrantzes.

Tidak ada tahta suci Ortodoks di Konstantinopel pada 1453, akibat perselisihan Gereja Ortodoks dengan Paus. Sultan Mehmet II bisa saja membiarkan tahta itu kosong, dan menghilang seperti yang terjadi di Anatolia.

“Yang dilakukan sang penakluk tidak demikian. Ia adalah raja yang berpikiran terbuka pada zamannya,” tulis sejarawan itu. “Ia menghidupkan kembali Patriakat Oecumenical, yang memimpin Gereja Ortodoks sejak abad keempat masehi.”

Sultan Mehmet II mencari George-Gennadios Scholarius, biarawan berusia 50 tahun yang dihormati umat Islam dan Kristen Turki. Scholarius saat itu ditangkap pasukan Sultan Mehmet II di sebuah desa dekat Edirne, dan diperlakukan dengan sangat baik.

Kritovoulos, sejarawan lain Byzantium, menulis; Sultan Mehmet II membawa Scholarius ke Konstantinopel dan memberinya tahta suci dan kekuasaan sebagai imam besar Gereja Ortodoks. Pada 5 Januari 1454 Scholarius dinobatkan dan disucikan di Gereja Rasul Kudus.

Tidak ada penduduk Konstantinopel yang diperbudak, kendati saat itu perbudakan adalah hal biasa. Bahkan Hüma Hatun, ibu Sultan Mehmet II, mantan budak.

“Sultan Mehmet II sangat menghargai budaya Yunani dan mempelajari Kristen,” tulis Sphrantzes. “Ia datang ke kediaman Patriarch Scholarius, dan meminta sang imam besar untuk menulis penjelasan tentang Kristen.”

Kesaksikan Sphrantzes tentang kebijaksanaan Sultan Mehmet II menjadi penjelasan penting atas pertanyaan mengapa Konstantinopel, yang saat ini bernama Istanbul, tetap menjadi salah satu kota paling multirelijius di Kekaisasaran Ottoman selama berabad-abad.

sumber : (www.eramuslim.com)

admin

Lembaga Filantropi yang bergerak di bidang pengelolaan zakat, infaq, shadaqah, dan dana kemanusiaan. Lembaga Amil Zakat SK Kementrian Agama RI No.599 Provinsi Jawa Barat.

See all posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are makes.

WhatsApp Kami