fbpx

Perjalanan Cinta Rumah Tangga

Menjadi saksi atas ujian-ujian yang harus ia lakukan. Sebuah konsekuensi yang harus dijalani dari sebuah pilihan besar untuk hidup bersama. Dalam atap yang sama pula. Menyatukan perbedaan-perbedaan dari dua kepala yang berbeda yang terkadang lebih dikuasai oleh ego untuk sama-sama ingin dimengerti.

Ketika dalam perjalanan rumah tangga menemui kerikil-kerikil tajam yang bisa melukai atau membuat kita terjatuh.

Ketika muka masam dari pasangan muncul kepermukaan, nada ketus terucap lewat mulutnya, juga tindakan-tindakan kurang mengenakanpun nampak. Maka, menangkap hati adalah salah satu kiat yang bisa kita lakukan. Bukan membalas masamnya muka dengan memasang muka yang lebih masam, bukan membalas tajamnya mata dan lidah dengan membuat perbandingan yang lebih kentara.

Walaupun sulit namun bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan. Karena menangkap hati itu bukanlah siapa yang tatapan matanya paling tajam, atau volume dan intonasi suaranya paling tinggi atau siapa yang wajahnya paling garang. Menangkap hati adalah kemenangan dengan kesabaran. Allah Ta’ala berfirman,

“Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” (QS. Ali ‘Imran: 134).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah,” (HR Al-Bukhari (no. 5763) dan Muslim (no. 2609).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya:

“Saya memberi jaminan, agar mendapatkan rumah di tingkatan terbawah di surga, bagi setiap orang yang meninggalkan perdebatan, meskipun dia berada di pihak yang benar,” (HR. Abu Daud, dinilai hasan oleh Al-Albani).

Menangkap hati bukan berarti hanya diam begitu saja. Bukan berarti tidak memberi nasehat juga mengingatkan. Tetapi kembali untuk introspeksi diri dan juga merenungi kesalahan untuk diperbaiki bersama diwaktu yang tepat. Demi keluarga yang didamba. Menggapai ridha Allah untuk sama-sama sampai surga.

Imam Syafi’i dalam syairnya mengatakan:
“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri, dan jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian karena nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk satu jenis pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya, jika engkau menyelisihi dan menolak saranku maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti,” (Imam Syafi’i, dikumpulkan dan disusun oleh Muhammad Ibrahim Saliim, hal 9).

sumber : (www.islampos.com)

admin

Lembaga Filantropi yang bergerak di bidang pengelolaan zakat, infaq, shadaqah, dan dana kemanusiaan. Lembaga Amil Zakat SK Kementrian Agama RI No.599 Provinsi Jawa Barat.

See all posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are makes.

WhatsApp Kami