fbpx

Hukum Menegur Orang Tua yang Lalai Ibadah, dan Cara Terbaik Menegurnya Sebagai Anak

Pertanyaan:
Assalamualaikum…
Maaf saya bertanya, apakah hukumnya bila seorang anak menegur atau memberi nasehat kepada orang tuanya karena lalai dalam beribadah (tidak sholat dan puasa).

Dan apakah cara yang terbaik dalam Islam untuk menegur mereka (orang tua) agar mereka bisa memahami maksud kita dengan ikhlas.

Jawaban:
Waalaikumussalam
Seburuk apapun orang tua wajib kita hormati. Namun penghormatn padanya tak menghalangi kita untk berbuat amar ma’ruf nahi munkar.

Artinya, jika kita melihat org tua melakukn tindakn terlarang, kita wajib mengingatkannya dg cara halus dan mengedepankan sopan santun.

Nabi Ibrahim AS sendiri pernah menegur ayahnya untuk kembali kepada jalan yg diridhai Allah SWT.

Namun demikian, ketika kita sudh mengingatkannya akn tetapi org tua kita tidk menerima, bahkn tersinggung, tidklah menjdi masalah bagi kita. Kewajibn kita hanyalah amar ma’ruf dan nahi munkar saja.

Supaya orang tua kita kembali ke jalan yang benar, selain melalui pendekatn yg komunikatif, mintalah kepd Allah SWT supaya org tua kita menjdi orang tua yg baik dan taat pada Allah SWT.

Allah berfirman di dalam al-Qur’an:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً

“Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: ‘Patutkah ayah menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan- tuhan?’…” (QS. al-An’aam : 74)

ﺍﺩْﻉُ ﺇِﻟَﻰ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺭَﺑِّﻚَ ﺑِﺎﻟْﺤِﻜْﻤَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻤَﻮْﻋِﻈَﺔِ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔِ ﻭَﺟَﺎﺩِﻟْﻬُﻢْ ﺑِﺎﻟَّﺘِﻲ ﻫِﻲَ ﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺇِﻥَّ ﺭَﺑَّﻚَ ﻫُﻮَ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺑِﻤَﻦْ ﺿَﻞَّ ﻋَﻦْ ﺳَﺒِﻴﻠِﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺑِﺎﻟْﻤُﻬْﺘَﺪِﻳﻦَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui org-org yang mendapat petunjuk” (QS. an-Nahl : 125)

Adapun kerangka dasar tentang metode dakwah (termasuk didalamnya cara yg baik menegur org tua yg tidak shalat atau tdk puasa misalnya) yang terdapat pada ayat tersebut di atas adalah:

1. Bi Al-Hikmah
Kata hikmah seringkali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik mauoun rasa tertekan.

Dalam bahasa komunikasi disebut sebagai frame of reference, field of referene, field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap pihak komunikan (objek dakwah).

Menurut Syech Imam Nawawi Al Bantani, dalam tafsir Al Munir bahwa Al Hikmah adalah Al Hujjah Al Qoth’iyyah Al Mufidah lil Al-‘Aqoid Al Yaqiniyyah ( Hikmah adalah dalil-dalil yang qath’i dan berfaedah bagi kaidah-kaidah keyakinan).

Dakwah bil hikmah adalah sebuah metode komunikasi dakwah yang bersifat persuasif, yang bertumpu kepada human oriented.

Maka konsekuensi logisnya adalah pengakuan kepada hak-hak yang bersifat demokratis agar fungsi dakwah yang bersifat informatif dapat diterima dengan baik. Sebagaimana ketentuan Allah dalam Al-Quran:

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنتَ مُذَكِّرٌ () لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ

“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” (QS. Al-Ghasiyah [88]: 21-22)

Dengan demikian dapat diketahui bahwa hikmah mengajak manusia menuju jalan Allah tidak terbatas pada perkataan lembut, kesabaran,ramah tamah dan lapang dada, tetapi juga tidak melakukan sesuatu melebihi ukurannya. Dengan kata lain harus menempatkan sesuatu pada tempatnya.

2. Mauizhah Hasanah
Adalah memberikan nasihat yang baik kepada orang lain dengan cara yang baik, yaitu petunjuk-petunjuk ke arah kebaikan dengan bahasa yang baik, dapat diterima, berkenan di hati dan lurus pikiran.

Sehingga pihak yang menjadi objek dakwah dengan rela hati dan atas kesadarannya sendiri dapat mengikuti ajaran yang disampaikan. Jadi dakwah bukan propaganda.

Sedangkan menurut Ali Musthafa Ya’kub dalam Sejarah dan Metode Dakwah Nabi dikatakan bahwa mauizhah Hasanah adalah ucapan yang berisi nasihat yang baik dan bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya.

Atau argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audiensi dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.

Seorang dai harus mampu mengukur tingkat intelektualitas objek dakwahnya, sehingga apa yang disampaikan mampu diterima dan dicerna dengan baik serta ajaran-ajaran islam yang merupakan materi dakwah dapat teraplikasi didalam keseharian masyarakat.

Hal ini sesuai dengan pesan Rosulullah dalam sebuah hadits: “Berbicaralah kamu dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuannya”

3. Mujadalah
Mujadalah adalah berdiskusi dengan cara yang baik dari cara-cara berdiskusi yang sudah ada.

Mujadalah merupakan cara terkahir yang digunakan untuk berdakwah dengan orang-orang yang memiliki daya intelektualitas dan cara berpikir yang maju.

Seperti digunakan untuk berdakwah dengan ahli kitab. Oleh karena itu al-Quran juga memberi perhatian khusus tentang berdakwah dengan ahli kitab karena mereka memang telah dibekali pemahaman keagamaan dari utusan terdahulu.

Al-Qur’an juga melarang berdebat dengan mereka kecuali dengan jalan yang baik.

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) melainkan dengan cara yang baik. Kecuali dengan orang-orang yang zhalim diantara mereka” (QS. Al-Ankabut [29] :46)

Berbekal ayat tersebut , kaum muslim dilarang berdebat dengan ahli ktab kecuali dengan cara yang baik, sopan santun, lemah lembut dan menunjukkan ketinggian budi ummat islam kecuali jika mereka menampakkan keangkuhan dan kezhaliman.

sumber : (islamdia.com)

admin

Lembaga Filantropi yang bergerak di bidang pengelolaan zakat, infaq, shadaqah, dan dana kemanusiaan. Lembaga Amil Zakat SK Kementrian Agama RI No.599 Provinsi Jawa Barat.

See all posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are makes.

WhatsApp Kami